
CIREBON, SUARAWARGA.ID- Pondok Pesantren (Ponpes) KHAS Kempek menyelenggarakan gala kelas sastra. Gala kelas sastra menjadi sarana bagi santri dalam meningkatkan literasi. Acara berbasis karya sastra mengenai bahasa khususnya dalam hal ini adalah puisi, karena kekuatan ajaibnya memperkaya bahasa, intuisi akan selalu hadir dalam melahirkan sebuah karya dari imajinasi, bisa menjelma dalam kehidupan yang nyata.
Kelas sastra dilaksanakan pukul 13.00 – 15.30 WIB pada 14 – 16 Juni 2025 di Asrama Al-Nashir Al-Mansur.
Sastra di dunia pesantren kini menjadi sebuah kepekaan dalam menggiring sinkronisasi hati kepada imajinasi yang mengalir dari sebuah konteks dituangkan dalam meningkatkan teks.

Sastra juga dalam hal ini menjadi kecintaan sendiri bagi santri, di mulai dari Mencintai sastra itu berhubungan dengan rasa, mencintai sastra itu berhubungan dengan nada, mencintai sastra itu berhubungan dengan ekspresi, dan mencintai sastra itu berhubungan dengan pesan. Pembaca senantiasa digiring untuk ke dalam suasana tersurat ataupun tersirat yang ada pada untaian kata.
Puisi pada proses pembelajaran awal dikenalkan mengenai pandangan sastra itu sendiri, dan puisi sebagai medianya.
Puisi pertama mengenai bagaimana para santri dapat menyusun kalimat dan gaya bahasa sesuai dengan kaidah sastra, kedua proses memahami puisi akrostik yang di susun secara vertikal lalu dirangkai dalam sebuah kalimat, dan yang terahir adalah puisi patidusa adalah puisi yang berbasis pola yang terdiri dari 4 ragam diantaranya puisi patidusa asli, puisi patidusa bias, puisi patidusa cemara, dan puisi patidusa tangga.
Ketiga pertemuan itu dibagi menjadi beberapa tema mengenai lingkungan, kenangan, kebersamaan, dan ketenangan.
Baca Juga:Hanya di MyPertamina Bisa Menangkan Paket Haji, Umrah, Mobil dan iPhone
Bunda Nyai Hj. Tho’atillah Ja’far sebagai Pengasuh Asrama Al-Nashir Al-Mansur Pondok Pesantren KHAS Kempek mengungkapkan, bahwa menulis adalah bentuk tafakur lain, merenungi hidup lewat kata, menyuarakan hati tanpa harus berteriak. Dalam Kelas Sastra ini, saya melihat santri belajar menyampaikan makna dengan cara yang halus, tetapi menggetarkan.
Ketika mereka menulis puisi akrostik, saya menyaksikan proses yang sunyi tapi bermakna. Dari satu kata, lahirlah kalimat-kalimat yang jujur. Mereka sedang belajar menyusun dunia versi mereka sendiri, dengan bahasa yang mereka temukan sendiri. Tidak ada yang lebih membahagiakan dari melihat santri tumbuh, bukan hanya dalam ilmu, tapi juga dalam daya cipta.
“Saya membayangkan, suatu hari nanti karya-karya itu akan menjadi bukti bahwa pesantren tidak hanya mampu melahirkan sosok-sosok yang cakap dalam bidang agama, tapi juga penyair yang menulis dengan jiwa, menafsirkan zaman dengan nurani, dan merawat bahasa sebagai ladang pahala,”tuturnya.
“Semoga dari Kelas Sastra ini, kreativitas dan daya nalar santri terus berjalan. Semoga lebih banyak ruang yang memberi santri kesempatan untuk mengenal kekuatan pikirannya sendiri. Terima kasih saya haturkan kepada Bapak Muhammad Assegaf, mentor yang telah membuka jalan. Kebaikan yang ditanam hari ini, insyaallah akan berbunga panjang di kemudian hari,” lanjut Bunda Nyai Hj. Tho’atillah Ja’far.
Jalan terbaik bagi setiap santri yang ingin terus berkarya, konsisten adalah cara untuk terus mengasah imajinasi, dan membaca banyak buku sebagai sumber penambahan kosakata. Konsisten lebih penting dari sekadar bisa, banyak dari kita yang bisa melakukan sesuatu itu tapi tidak tekun beribadah sebagai jalan dzikir untuk terus berkarya.
Kegiatan kelas sastra sebagai gerbang awal dalam melahirkan sebuah karya, dan harapan dari kelas sastra kedepannya para santri bisa terus menginterpretasikan sastra ke jangka yang lebih luas bukan hanya dalam membuat puisi tapi melatih sebuah deklamasi.(rls/sw).